Kamis, 26 Mei 2011

Kebijakan Pemerintah Di Bidang Perekonomian

Krisis ekonomi dengan berbagai dampak negatif, secara serius telah diupayakan untuk diatasi dengan melaksanakan kebijaksanaan ekonomi baik
yang bersifat makro maupun mikro. Dalam jangka pendek kebijaksanaan ekonomi tersebut
memiliki dua sasaran strategis, yaitu pertama, mengurangi dampak negatif dari krisis tersebut
terhadap kelompok penduduk berpendapatan rendah dan rentan; dan kedua, pemulihan
pembangunan ekonomi ke jalur petumbuhan yang tinggi. Kedua tugas tersebut sangat penting
antara lain karena:

(1) Meluasnya pengangguran akibat krisis yang terjadi di satu pihak dapat memicu timbulnya
kerusuhan sosial, sementara di lain pihak apabila berlangsung lama dapat menurunkan daya
saing angkatan kerja, karena mereka tidak mampu lagi menguasai perkembangan
ketrampilan baru yang sangat diperlukan.
(2) Kapasitas produksi baik pada industri pengolahan maupun sarana dan prasarana
pengangkutan, komunikasi, serta energi yang menganggur tanpa pemeliharaan yang baik
akan menjadi rusak.
(3) Meningkatnya harga-harga kebutuhan pokok dan barang-barang lainnya secara berlanjut,
pada gilirannya akan menambah jumlah penduduk miskin karena daya beli mereka akan
terus merosot.
(4) Kemunduran dalam pelaksanaan program pendidikan dan kesehatan terutama bagi putraputri
penduduk berpendapatan rendah, akan mengganggu upaya pemberdayaan kelompok
penduduk tersebut di masa datang.

1. Kebijaksanaan Ekonomi Makro
Kebijaksanaan ekonomi makro yang telah dilaksanakan pemerintah dalam upaya
menekan laju inflasi dan memperkuat nilai tukar rupiah terhadap valuta asing adalah melalui
kebijaksanaan moneter yang ketat disertai anggaran berimbang, dengan membatasi defisit
anggaran sampai pada tingkat yang dapat diimbangi dengan tambahan dana dari luar negeri.
Kebijaksanaan moneter yang ketat dengan tingkat bunga yang tinggi selain dimaksudkan untuk
menekan laju inflasi dan memperkuat nilai tukar rupiah terhadap valuta asing, dengan menahan
naiknya permintaan aggregat, juga untuk mendorong masyarakat meningkatkan tabungan di
sektor perbankan. Meskipun demikian pemerintah menyadari sepenuhnya bahwa tingkat bunga
tinggi dapat menjadi salah satu faktor terpenting yang akan berdampak negatif terhadap kegiatan
ekonomi atau bersifat kontraktif terhadap perkembangan PDB. Oleh karena itu tingkat bunga
yang tinggi tidak akan selamanya dipertahankan, tetapi secara bertahap akan diturunkan pada
tingkat yang wajar seiring dengan menurunnya laju inflasi.

2. Kebijaksanaan Ekonomi Mikro
Kebijaksanaan ekonomi mikro yang ditempuh pemerintah, ditujukan, antara lain,
a) untuk mengurangi dampak negatif dari krisis ekonomi terhadap kelompok penduduk
berpendapatan rendah dikembangkannya jaring pengaman sosial yang meliputi program
penyediaan kebutuhan pokok dengan harga terjangkau, mempertahankan tingkat pelayanan
pendidikan dan kesehatan pada tingkat sebelum krisis serta penanganan pengangguran dalam
upaya mempertahankan daya beli kelompok masyarakat berpendapatan rendah;
b) menyehatkan sistem perbankan dan memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap
keberadaan lembaga perbankan;
c) merestrukturisasi hutang luar negeri;
d) mereformasi struktural di sektor riil; dan
e) mendorong ekspor.

a) Jaring Pengaman Sosial
Dalam kaitan ini berbagai langkah telah dilakukan untuk menambah alokasi anggaran rutin
(khususnya untuk subsidi bahan bakar minyak, listrik dan berbagai jenis makanan kebutuhan
pokok), mempertajam prioritas alokasi dan meningkatkan efisiensi anggaran pembangunan.
Hal ini dilakukan melalui peninjauan kembali terhadap program dan kegiatan proyek
pembangunan, antara lain, dengan:
1) menunda proyek-proyek dan kegiatan pembangunan yang belum mendesak;
2) melakukan realokasi dan menyediakan tambahan anggaran untuk bidang pendidikan
dan kesehatan;
3) memperluas penciptaan kerja dan kesempatan kerja bagi mereka yang kehilangan
pekerjaan, yang dikaitkan dengan peningkatan produksi bahan makanan serta
perbaikan dan pemeliharaan prasarana ekonomi, misalnya jalan dan irigasi, yang dapat
memperlancar kegiatan ekonomi; dan
4) memperbaiki sistem distribusi agar berfungsi secara penuh dan efisien yang sekaligus
meningkatkan partisipasi peranan pengusaha kecil, menengah, dan koperasi.
Sebagai akibat dari peninjauan kembali seluruh program dan kegiatan proyek pembangunan,
total anggaran dalam revisi APBN untuk sektor pertanian, pengairan, perdagangan dan
pengembangan usaha, pembangunan daerah, pendidikan, kesehatan, perumahan dan
permukiman, dalam tahun anggaran 1998/99 tidak hanya mengalami peningkatan yang
cukup besar dibandingkan dengan APBN sebelum revisi, tapi secara riil juga lebih besar dari
realisasi anggaran pembangunan tahun 1997/98, sedangkan alokasi anggaran pembangunan
untuk sektor lainnya secara riil mengalami penurunan.
Implikasi dari pelaksanaan program jaring pengaman sosial yang disertai langkah
penyesuaian untuk mempertajam prioritas alokasi dan peningkatan efisiensi anggaran
pembangunan, pemerintah tidak dapat menghindari terjadinya defisit yang sangat besar,
lebih kurang 8,5 persen terhadap PDB, dalam revisi APBN 1998/99. Hal ini disebabkan oleh
karena penerimaan dalam negeri dalam kondisi kontraksi PDB serta menurunnya harga
migas di pasar internasional sangat sulit untuk dapat ditingkatkan, walaupun sudah termasuk
adanya divestasi dalam BUMN.
Pemerintah sangat menyadari bahwa defisit APBN sebesar 8,5 persen terhadap PDB tidak
sustainable, itulah sebabnya akan diupayakan untuk menurunkannya minimal menjadi
setengahnya pada tahun 1999/2000 dan mengembalikan anggaran menjadi berimbang dalam
jangka waktu 3 tahun. Sehubungan dengan ini akan terus dikaji langkah-langkah untuk
menetapkan pemberian subsidi yang lebih tepat dan pelaksanaan program lain dalam
kerangka jaring pengaman sosial. Pemantauan dan evaluasi program penciptaan lapangan
kerja serta program di bidang pendidikan dan kesehatan akan terus disempurnakan agar
dapat dipastikan bahwa yang memperoleh manfaat terutama adalah penduduk miskin. Di
samping itu peningkatan kinerja penerimaan negara dan manajemen pengeluaran negara
akan merupakan unsur terpenting dalam upaya menekan defisit anggaran. Dalam kaitannya
dengan upaya memperkuat manajemen pengeluaran, akan disusun kerangka prioritas dalam
pengeluaran negara yang lebih jelas, persiapan penyusunan anggaran yang lebih efisien,
kontrol manajemen kas, serta penyusunan laporan yang komprehensif, akurat dan tepat
waktu. Penerimaan negara dari perpajakan diupayakan untuk ditingkatkan dengan menghilangkan berbagai bentuk pengecualian terhadap pengenaan pajak pertambahan nilai; meningkatkan
nilai jual objek pajak atas PBB (pajak bumi dan bangunan) sektor perkebunan dan
kehutanan serta meningkatkan pendapatan pajak bukan migas melalui peningkatan cakupn
audit tahunan, penyempurnaan program audit PPN dan peningkatan penerimaan tunggakan
pajak. Sementara itu upaya meningkatkan penerimaan bukan pajak mencakup pengumpulan
dana oleh pemerintah di luar anggaran serta meningkatkan kinerja BUMN dengan privatisasi
dan peningkatan dalam manajemennya.

b) Penyehatan Sistem Perbankan
Untuk menggerakkan kembali roda perekonomian dan memulihkan kepercayaan masyarakat
terhadap perbankan nasional, langkah-langkah mendasar dari kebijakan penyehatan dan
restrukturisasi perbankan pada dasarnya terdiri dari dua kebijakan pokok, yaitu:
1. Kebijakan untuk membangun kembali sistem perbankan yang sehat guna mendukung
pemulihan dan kebangkitan perekonomian nasional melalui:
a. program peningkatan permodalan bank,
b. penyempurnaan peraturan perundang-undangan, antara lain, mencakup:
i) perizinan bank yang semula merupakan wewenang Departemen Kuangan
dialihkan kepada Bank Indonesia.
ii) investor asing diberikan kesempatan yang lebih besar untuk menjadi
pemegang saham bank.
iii) rahasia bank yang semula mencakup sisi aktiva dan pasiva diubah menjadi
hanya mencakup nasabah penyimpan dan simpanannya.
c. penyempurnaan dan penegakkan ketentuan kehati-hatian, antara lain:
i) Bank-bank diwajibkan untuk menyediakan modal minimum (Capital
Adequacy Ratio) sebesar 4% pada akhir tahun 1998, 8% pada akhir tahun
1999, dan 10% pada akhir tahun 2000, sebagaimana telah diumumkan
pemerintah pada bulan Juni 1998.
ii) Melakukan tindakan hukum yang lebih tegas terhadap pemilik dan pengurus
bank yang terbukti telah melanggar ketentuan yang berlaku.
2. Kebijakan untuk menyelesaikan permasalahan perbankan yang telah terjadi dengan
mempercepat pelaksanaan penyehatan perbankan.
Langkah-langkah yang telah dan akan ditempuh dalam rangka mendukung pemulihan
ekonomi, membangun kembali sistem perbankan yang sehat, dan memulihkan
kepercayaan masyarakat terhadap perbankan, antara lain, meliputi: 1) pemberian
jaminan pembayaran kepada deposan dan kreditur; 2) pembentukan Badan Penyehatan
Perbankan Nasional (BPPN) yang bertugas untuk melakukan restrukturisasi bank-bank
yang kurang atau tidak sehat; 3) melakukan due diligence terhadap bank-bank yang
diambil alih pengelolaannya dan terhadap bank-bank lainnya; dan 4) menyusun RUU
perbankan yang akan mengatur kembali ketentuan mengenai kerahasian bank,
pengawasan, pemilikan investor asing, dan kedudukan BPPN serta bank sentral.
Dengan kebijaksanaan tersebut di atas diharapkan kinerja perbankan nasional menjadi
lebih sehat dan efisien sehingga terpercaya serta mampu menjadi bank yang dikelola
secara profesional terutama dalam menghadapi era globalisasi yang menuntut daya
saing tinggi.

c) Restrukturisasi Hutang Luar Negeri
Hutang luar negeri swasta dan pinjaman antar bank-bank yang besar telah menjadi penyebab
terpenting terhadap melemahnya nilai tukar rupiah. Hutang-hutang tersebut dalam tahun
1998/1999 akan jatuh tempo dalam jumlah yang besar. Padahal melemahnya nilai tukar
rupiah yang terus berlanjut akan semakin memperburuk kondisi perekonomian nasional.
Oleh karena itu untuk mengurangi permintaan terhadap mata uang asing dan sekaligus
memberi kesempatan kepada para debitur untuk menyelesaikan hutang-hutangnya, dalam
kesepakatan Frankfrut tanggal 4 Juni 1998, telah disusun kerangka restrukturisasi hutang
dunia usaha, skema penyelesaian hutang antar bank dan pengaturan tentang fasilitas
pembiayaan perdagangan. Dalam kesepakatan tersebut para kreditur dan debitur secara
sukarela dapat menyepakati jumlah hutang dan perubahan pinjaman menjadi equity, dan ada
persyaratan minimal masa pengembalian 8 tahun termasuk masa tenggang 3 tahun, maka
dilihat dari upaya penguatan nilai tukar rupiah terhadap valuta asing, berarti restrukturisasi
hutang swasta dan perbankan tersebut minimal dapat mengurangi permintaan valuta asing
selama 3 tahun. Untuk mendorong penyelesaian hutang swasta telah diluncurkan Prakarsa
Jakarta yang memungkinkan para kreditur dan debitur menyelesaikan hutang piutang di luar
pengadilan niaga, yaitu melalui restrukturisasi modal perusahaan.
Restrukturisasi hutang luar negeri swasta dan pinjaman antar bank di Indonesia serta
penambahan dana luar negeri baik yang berasal dari CGI maupun tambahan dana dari IMF
telah dapat meningkatkan sisi penyediaan valuta asing. Sebagai konsekuensi interaksi
antara naiknya persediaan dengan turunnya permintaan valuta asing tersebut diharapkan
dapat menguatkan nilai tukar rupiah, yang pada gilirannya juga akan menurunkan laju
inflasi. Untuk kepentingan itulah dan untuk menarik modal asing masuk ke Indonesia maka
pemerintah hingga saat ini masih mempertahankan kebijaksanaan lalulintas devisa dengan
sistem devisa bebas. Sementara itu untuk mengurangi tekanan terhadap keuangan negara dan
neraca pembayaran luar negeri, melalui Paris Club, Indonesia telah melakukan penjadwalan
kembali hutang pemerintah untuk tahun 1998/1999 - 1999/2000. Dalam rangka itu
pemerintah telah berhasil menunda pembayaran cicilan pokok sebesar US dollar 4,2 miliar.

d) Reformasi Struktural di Sektor Riil
Agar perekonomian, terutama sektor riil dapat berkembang lebih efisien, pemerintah
melancarkan berbagai program reformasi struktural. Reformasi struktural di sektor riil
mencakup: a) penghapusan berbagai praktek monopoli, b) deregulasi dan debirokratisasi
di berbagai bidang, termasuk bidang perdagangan dalam dan luar negeri dan bidang
investasi, dan c) privatisasi BUMN.
Meskipun perekonomian nasional sebelum krisis ekonomi mengalami pertumbuhan yang
cukup tinggi, tetapi ternyata terdapat kelemahan-kelemahan, antara lain, adanya praktekpraktek
monopoli di berbagai bidang usaha. Dengan praktek-praktek monopoli telah terjadi
konsentrasi kekuatan pasar hanya pada satu atau beberapa pelaku usaha, sehingga kegiatan
produksi, distribusi menjadi tidak efisien dan secara lebih luas daya saing perekonomian
nasional menjadi lemah. Kebijaksanaan penghapusan monopoli yang telah dan akan
dilakukan, antara lain adalah: penghapusan monopoli yang dilakukan oleh Bulog dalam
mengimpor dan penyaluran barang-barang kebutuhan pokok masyarakat seperti minyak
goreng, gula pasir, terigu, dan jagung, sehingga Bulog hanya akan menyalurkan beras;
penghapusan BPPC; penghapusan kegiatan usaha yang terintegrasi secara vertikal atau
horizontal, monopoli produksi minyak pelumas oleh Pertamina dan lain-lain.
Dalam upaya menghapus monopoli tersebut pemerintah telah mengajukan ke DPR RUU
tentang persaingan yang sehat. Dengan adanya penghapusan monopoli diharapkan ekonomi
biaya tinggi bisa dihindarkan sehingga bisa meningkatkan daya saing perekonomian
nasional. Dengan hapusnya monopoli, masyarakat juga diuntungkan sebab akan memperoleh
barang dengan kualitas yang lebih baik dengan harga yang lebih murah.
Dalam kaitannya dengan deregulasi dan debirokratisasi di berbagai bidang, antara lain,
mencakup: a) mencabut peraturan yang membatasi kepemilikan investor asing sampai 49
persen dari perusahaan-perusahaan yang telah terdaftar pada pasar modal; b) merevisi daftar
negatif investasi dengan pengurangan jumlah bidang usaha yang tertutup bagi investor
asing; c) mencabut pembatasan investasi asing dalam perkebunan kelapa sawit, dalam
perdagangan eceran dan dalam perdagangan besar; d) mencabut ketentuan tataniaga yang
bersifat restriktif untuk pemasaran semen, kertas dan kayu lapis; e) menghapus harga
patokan semen (HPS); dan f) menerapkan perdagangan bebas lintas batas Dati I dan Dati II
untuk semua komoditas termasuk cengkeh, kacang mete dan vanili dan mencabut kuota yang
membatasi penjualan ternak.

e) Promosi Ekspor
Dalam situasi permintaan dalam negeri yang menurun, maka wahana untuk memulihkan
kembali perekonomian Indonesia adalah melalui promosi ekspor. Tambahan pula dengan
nilai tukar rupiah yang terdepresiasi tinggi dewasa ini, Indonesia makin memiliki daya saing
dalam barang ekspor yang padat karya dan padat kekayaan alam. Namun peningkatan ekspor
dewasa ini dihadapkan kepada beberapa kendala, yakni keengganan pihak luar negeri
membeli barang Indonesia, ketiadaan bahan baku, serta hal-hal yang berhubungan dengan
pelaksanaan ekspor, seperti misalnya operasi pelabuhan, kecepatan kerja, bea dan cukai, dan
administrasi perpajakan.
Keengganan pembeli luar negeri untuk merencanakan pembelian terhadap produk industri
manufaktur Indonesia, antara lain, disebabkan oleh kekhawatiran mereka atas
ketidakmampuan para pengusaha Indonesia untuk dapat memenuhi pesanan tersebut tepat
waktu. Hal ini erat kaitannya dengan permasalahan sosial politik yang terjadi di Indonesia
dewasa ini. Dengan demikian dalam upaya untuk mendorong ekspor, upaya terwujudnya
stabilitas sosial politik sangatlah penting.
Kesepakatan Frankfurt akan berdampak positif bagi penyediaan bahan baku impor yang
dibutuhkan untuk memperlancar kegiatan produksi yang berorientasi ekspor. Selain itu
mulai bulan Juli 1998 Bank Indonesia mengadakan program jaminan pre-shipment kepada
eksportir yang sudah memperoleh L/C dari luar negeri untuk memperlancar impor bahan
baku yang diperlukan dan untuk pembiayaan ekspor pre-shipment. Sementara itu untuk
memperoleh modal kerja kebijaksanaan yang ditetapkan ada kaitannya dengan
restrukturisasi dunia perbankan, dunia usaha, dan restrukturisasi pinjaman dunia usaha
terhadap perbankan dalam negeri.

sumber:
http://www.ginandjar.com/public/15KebijaksanaanPemerintahMenghadapiKrisis.pdf